Minggu sore jadwalnya pertandingan volly pemanasan melawan para waria, kebetulan di TV One juga sedang menyiarkan proliga final antara tim putri BNI melawan tim putri PLN. Dengan semangat yang membara saya menelepon senior saya, mbak Lia untuk menanyakan mengenai pertandingan volly.
“Mbak pertandingan sore ini jadi atau tidak ya?”
“Sepertinya jadi Pet”
“Kalau begitu saya boleh minta nomor telepon ibu Marbun, Mbak? Saya gak punya”
“Iya nanti tak sms”
“Makasih ya Mbak” Sms berisi nomor telepon ibu Marbun diterima juga. Tanpa menunggu saya pun langsung menghubungi ibu Marbun. Waktu saat itu menunjukkan pkl 04.00 WIT.
“Selamat sore Bu..”
“Iya..” Suara telepon tidak jelas, seperti baru bangun tidur.
“Bu Marbun saya mau menanyakan apakah pertandingan volly sore ini jadi?” Suasana hening, lama menunggu jawaban.
“Bu Marbun pertandingan volly sore ini jadi?” Saya ulangi lagi pertanyaan saya.
“Eeehhhmmmm kayaknya tidak jadi karena lapangan volley dipakai untuk acara gereja”
Kebetulan lapangan volly kami berdekatan dengan gereja kecil.
“Oh begitu ya Bu, terima kasih, nanti saya sampaikan ke ibu waka”
“Ini dengan siapa?”
“Dengan Ibu Sirait, makasih ya bu.” Masa suara saya tidak tau sih.
Saya pun langsung meng sms mbak Lia saya. Tertulis sms, ‘Mbak, pertandingan volly tidak jadi karena lapangan dipakai untuk acara gereja’. Balasan sms pun tertulis ‘Okeeeeeeeee’. Pkl 05.30 WIT bunyi telepon masuk dari mbak Lia.
“Sore mbak….”
“Petty tanggung jawab, itu ibu-ibu sudah kumpul semua di lapangan.”
“HAHH? Masak sih Mbak, tadi saya telepon ibu Marbun katanya tidak jadi.”
“Pokoknya itu tanggung jawabmu menghubungi kembali ibu-ibu!”
“Iya Mbak, langsung saya telepon habis ini.”
Telepon dari mbak Lia ditutup, dengan dongkol saya langsung menghubungi kembali ibu Marbun.
“Ibu Marbun, katanya pertandingan volly tidak jadi sore ini..” Hening lagi. Lama sekali jawabnya.
“Ibu Marbun, katanya pertandingan volly tidak jadi sore ini????” Saya mulai jengkel dan tidak sabar.
“Eeemm iya bu, lapangan volly dipakai acara gereja”
“Tapi kenapa ibu waka telepon ibu-ibu sudah siap di lapangan volly?”
“Eeeemmmm…..”
“Tapi kenapa ibu waka telepon ibu-ibu sudah siap di lapangan volley? HALLO bu Marbun”
“Bu, semua ke gereja, masa saya main cuma dengan 2 orang saja?” Dengan nada suara mulai meninggi.
“Tapi kata bu waka ibu-ibu sudah kumpul di lapangan?” Nada suara ikut meninggi.
“Lapangan mana bu?” Tambah meninggi.
“Lapangan Doyo” Saya setengah berteriak.
“Lapangan Doyo???” Suara ibu Marbun juga tak kalah berteriak. Mulai tidak beres nih, masa nama lapangan depan rumah ibu Marbun sendiri tidak tau.
“Hmmmm…terima kasih kalau begitu bu.” Cepat-cepat saya menutup telepon. Saya pun langsung menghubungi mbak Lia lagi.
“Mbak Lia itu nomor telepon ibu Marbun mana yang dikasih ke saya? Masa lapangan Doyo saja tidak tau?”
“Eh? Tadi bu Marbun telepon aku kok bilangnya ibu-ibu sudah siap.”
“Mbak tolong cek lagi deh, itu ibu Marbun yang mana? Hiks..”
“Ya udah nanti tak telepon kamu lagi ya ” Masih dengan perasaan dongkol menunggu kabar dari mbak Lia, saya menelepon mbak Lia tapi di reject, mungkin sedang menelepon ibu Marbun. Akhirnya mbak Lia menelepon kembali.
“Pet..HAHAHAHA.”
“Kenapa mbak?” “Itu memang ibu Marbun, anggotaku dulu waktu, hobbynya saban hari main volly..HAHAHAHA”
“Trus kok ketawa mbak?”
“Ibu Marbun itu tinggal di medan”
“HAHHH? Tuh kan bener mbakkk………….”
Catatan: Saya tinggal di papua, ibu Marbun gadungan di medan. Dengan rentang beda waktu 2 jam, pantas saja ibu itu bingung, lha wong jam 2 siang (di papua jam 4 sore) lagi asyik-asyiknya tidur siang kok ada telepon nanya main volly. UUUUlalalala…..